Bumi ini kembali berguncang, serdadu-serdadu zionis kembali membuat
ulah di tanah kelahiran kami. Hampir semua rumah di sini rata dengan
tanah. Mereka, serdadu-serdadu zionis, memperlakukan kami secara brutal tanpa
belas kasih dengan menggunakan senjata paling canggih yang mereka punya.
Sedangkan kami, kami hanyalah rakyat yang innocent, kami membalas mereka dengan
melemparkan batu ke tank-tank mereka. Aku dan teman-temanku, bukan seperti
anak-anak di belahan bumi yang lain di mana negara mereka aman dan damai. Mereka
bisa bermain dan bercanda bersama teman-teman mereka dan juga keluarga mereka. Berbeda
dengan kami di sini, aku dan teman-teman selalu berjuang untuk mengusir para
penjajah tersebut dari bumi kami tercinta, Palestin. Setiap kali pulang sekolah
dan menemukan para penjajah zionis sedang berdiri di pinggir-pinggir jalan dan
ada juga yang duduk di tank-tank kebanggaan mereka, kami lempari mereka dengan
kertas-kertas yang kami gulung. Itu adalah bentuk kekesalan, kekecewaan dan kemarahan
kami kepada budak-budak zionis. Tetapi apa yang mereka balas, mereka memukuli
kami padahal kami hanyalah seorang anak kecil berumur 9-11 tahun.
Pernah suatu hari sewaktu di sekolah, aku mendengar bahwa ayah temanku
yang sudah lama menghilang ternyata ditangkap dan dibunuh oleh serdadu-serdadu
zionis. Aku jadi teringat akan ayahku yang tidak pulang ke rumah sudah tiga hari lamanya, aku menjadi cemas tentang keadaan ayahku. Ketika bel pulang sekolah
berbunyi, aku bergegas pulang dan langsung menemui ibuku.
“ Assalamu’alaikum. Ummi..Ummi..” Aku langsung masuk menerobos ke dalam
rumah dan mencari ibuku dan aku mendapatinya sedang memasak di dapur.
“Kaifa hal, anakku ?” Tanya ibuku sambil melepaskan tas sekolahku dari
punggungku.
“Ummi, apa sudah ada kabar tentang abi ? Kenapa abi belum pulang juga
Ummi ?” Tanyaku sambil melihat ke wajah ibuku.
“Belum anakku, tapi jangan khawatir sayang, abi Insyaa Allah akan
pulang.” Jawab ibu sambil memegang pipiku dengan kedua tangannya yang lembut.
“Miqdad takut abi kenapa-kenapa. Ummi, tadi miqdad dengar ayah abdullah
yang sudah lama menghilang ternyata diculik dan dibunuh oleh serdadu zionis.
Jadi miqdad takut kalau abi..kalau abi..” Kataku dengan menunjukkan ekspresi
kecemasan dan ketakutan di wajahku.
“Anakku Miqdad, Ummi tau kamu merindukan dan mencemaskan abi. Tapi kamu
tau, ada Alloh yang selalu menjaga abi di mana pun abi berada. Kamu percayakan
dengan perlindungan Alloh, anakku ?” Tanya ibuku dengan sorotan matanya yang
sangat meneduhkan hati.
Aku menganggukkan kepala. “Ya Ummi. Miqdad sangat percaya itu.” Jawabku
dengan mantap
“Miqdad, kak rauda, dek mujahid, ummi, kita harus senantiasa berdoa
kepada Alloh untuk melindungi abi di mana pun abi berada dan agar Alloh
menolong kita dalam mengusir serdadu zionis dari bumi tercinta kita ini,
Palestina. Kamu tau kan kekuatan doa adalah yang paling utama” Ungkap ummi memberikan keyakinan padaku.
“ Ya ummi.” Timpalku dengan yakin
*****
Hari terus silih berganti. Setelah ayahku menghilang selama dua minggu,
ibuku mendapat kabar kalau ayahku dipenjarakan oleh para zionis israel, mereka
menyiksa ayahku tanpa ampunan sedikit pun di sana. Apa salah ayahku ? ayahku
hanyalah seorang pedagang, selama hidupnya dia tidak pernah membuat tindakan
kriminal, ayahku sangat baik dan santun kepada orang-orang, tapi kenapa mereka
menyakiti ayahku ?
Suatu hari ayahku yang sudah lama tidak pulang, akhirnya pulang juga.
Tetapi ada yang berbeda dari kepulangannya, aku melihatnya berbaring terbujur
kaku dilapisi oleh kain kafan putih, hidung dan telinganya ditutupi oleh kapas putih,
wajahnya pucat pasi tapi bibirnya tersenyum seolah-olah dia ingin mengabarkan
kepada kami, “kalian jangan bersedih abi sangat senang di alam lain”. Ruangan
ini juga terasa harum dan anginnya sejuk, membuat orang betah duduk di dalamnya. Saat itu aku tahu ayahku telah syahid, tangisku pecah, aku
menghampiri ayahku, ku pegang wajah ayahku yang terasa dingin, aku pandangi ia
yang penuh kedamaian.
“Abi..abi..abi..kenapa abi meninggalkan miqdad ? abi kecewa ya dengan
miqdad karena hafalan Al-Qur’an miqdad masih sedikit ? Abi bangun..kalau abi
pergi, setiap kali azan memanggil,
miqdad pergi ke masjid dengan siapa bi ? Yang mendengarkan bacaan sholat miqdad
sudah benar atau belum siapa bi ? Abi bangun bi...” Sambil menangis, aku
menjejali pertanyaan-pertanyaan ini kepada mayat abi yang telah terbujur kaku,
aku tidak berpikir apakah abi bisa mendengarkanku atau tidak karena aku hanya seorang
anak kecil berumur 9 tahun.
Orang-orang dewasa mulai menempatkan ayahku di atas keranda kemudian
berjalan membawa ayahku ke tempat peristirahatannya. “Selamat jalan abi,
selamat jalan abi, selamat jalan abi.. Engkau tidak akan dapat disakiti oleh
siapapun lagi mulai sekarang. Abi sudah berada di sisi Alloh. Selamat jalan
abi...”
*****
Pagi ini, aku diberitahu oleh ibu bahwa zionis dengan para pejuang
Hamas mengumumkan genjatan senjata. Tetapi apapun itu, ibuku memerintahkanku
untuk tidak bermain jauh-jauh karena seperti biasa zionis selalu melanggar
perjanjiannya, mereka bukan tipe orang yang suka menepati janji. Dan benar
saja, baru tiga hari genjatan senjata, mereka telah memulai perang lagi. Mereka
membumihanguskan palestin satu per satu secara membabi buta. Temanku ziyad, harus
kehilangan salah satu kakinya akibat ledakan bom di sekitar komplek
perumahannya, sehingga dia harus menggunakan kedua kayu penyanggah untuk
membantunya berdiri dan berjalan.
Keesokan harinya, ketika aku di sekolah, aku mendengar kabar bahwa
telah terjadi serangan bom lagi, sekarang di daerah komplek perumahan At-Thibyan. Itu komplek perumahanku, aku mulai panik. Ibuku, adikku yang baru
berumur 4 tahun, dan kakakku yang sedang sakit, mereka semua sedang berada di rumah
ketika aku pergi ke sekolah. Bagaimana keadaan mereka ? aku menjadi panik,
konsentrasi belajarku hilang, aku meminta izin kepada guruku untuk pulang ke
rumah lebih dulu. Guruku mengizinkanku dengan syarat aku ditemani oleh penjaga
sekolah, Pak Thoriq.
Ketika aku mulai berjalan memasuki komplek perumahanku, apa yang aku
lihat ? rumah-rumah yang berdiri kokoh hanyalah tinggal puing-puing bangunan, sirine ambulan memekakkan telinga, aku melihat mayat-mayat bergelimpangan dan beberapa terluka sangat parah
sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit dan aku yakin rumah sakit sudah tidak
layak lagi disebut rumah sakit karena telah melebihi kuota serta peralatan dan
obat-obatannya yang masih terbatas. Ini adalah pemandangan yang sangat menakutkan
apalagi bagi seorang anak kecil sepertiku.
Aku telah sampai tepat di depan rumahku. “Ummi...ummi...ummi..ummi...”
aku menangis dan berteriak memanggil ibuku setelah melihat pemandangan yang
sangat menakutkan di depanku. Rumahku rata dengan tanah tapi aku tidak melihat
ibuku, kakakku dan adikku. Aku ingin berlari ke puing-puing bangunan rumahku. Aku
ingin mencari mereka sendiri, tetapi Pak Thoriq tidak membiarkanku begitu saja,
dia memelukku dengan erat, tetapi aku menggeliat agar bisa melepaskan
cengkramannya dari tubuhku. Aku menangis sejadi-jadinya sambil berteriak
memanggil-manggil ibuku.
“Ummi..ummi..ummi..ummi..ummi..........”
*******
Pak Thoriq membawaku ke rumah sakit terdekat untuk mencari ibuku dan
saudara-saudariku. Dengan menggandeng tanganku, Pak Thoriq membantuku
menanyakan perihal ibuku kepada perawat-perawat yang sedang mondar-mandir
diantara pasien, tapi perawat-perawat itu tak ada yang tahu identitas
masing-masing pasien karena tak sempat memikirkan lagi untuk mengetahui biodata
mereka, sementara banyak sekali yang harus segera ditolong. Melihat situasi
yang tak terkontrol, Pak Thoriq langsung mengajakku untuk berkeliling
melihat-lihat diantara pasien-pasien yang sedang diobati maupun yang
keluar-masuk UGD, tetapi nihil, ibu dan saudaraku belum dapat kami temukan. Ada
satu tempat lagi yang memang belum kami datangi, yaitu tempat yang lebih
mengerikan, kamar mayat.
“Nak Miqdad, satu tempat lagi yang belum kita datangi, yaitu kamar
mayat. Apa kamu sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan kamu lihat ?”
Tanya Pak Thoriq dengan menatap wajah polosku karena begitu tidak teganya
kepadaku untuk kemungkinan yang aku lihat nanti.
“Kamar mayat ? mungkinkah ibu dan saudara-saudariku di sana ? bagaimana
kalau mereka di sana ? Apa aku bisa kuat ya Alloh.” Pikiran-pikiran jelek
mempengaruhiku.
“Insyaa Alloh Pak. Aku hanya ingin bertemu mereka.” Jawabku dengan menghela
nafas dan suara sedikit bergetar.
Sekarang aku berada di depan kamar mayat. Ketika hendak melangkahkan kakiku
ke dalamnya, Pak Thoriq menghentikan langkahku. Dia memintaku untuk menunggu
sebentar di luar karena Pak Thoriq ingin memastikan terlebih dahulu
kondisi-kondisi mayit di dalam, agar tidak menjadi sesuatu yang sangat
mengerikan dan menambah trauma anak kecil sepertiku. Selang beberapa menit pak
Thoriq keluar dari ruang mayat kemudian mengatakan kepadaku agar melihat bagian
kepala saja, tidak membuka kain sampai ke bawah, hanya bagian kepala saja
sebatas untuk mengenali apakah ada ibuku diantara mayit tersebut. Ketika aku
melangkah maju, jantungku mulai berpacu dengan kencang, sekujur tubuhku mulai
kaku, aku melihat banyak mayit di sini. Aku memaksakan diriku untuk berani
melihat mayat itu satu per satu.
“Ummi..ummi...ummi...ummi...ummi..ummi......”
Tangisku pecah seketika melihat wajah ibuku ada diantara mayit-mayit. Wajahnya
berlumuran darah. Di samping ibuku, aku melihat wajah kakakku rauda dan wajah
adikku mujahid. Mereka juga berlumuran darah. Aku tak sanggup melihatnya. Aku
berbalik arah membelakangi ibu dan saudara-saudariku dan langsung memeluk Pak Thoriq
sambil terisak-isak di dalam pelukannya. Pak Thoriq juga meneteskan air
matanya untukku, anak kecil berumur 9 tahun yang sekarang tinggal sebatang
kara.
********
Satu bulan sudah terlewati, aku benar-benar telah ditinggal pergi oleh
seluruh keluargaku. Abi, ummi, kak rauda, dek mujahid, mereka semua telah
meninggalkanku seorang diri. Aku benar-benar sendiri sekarang...
Hari ini aku mendatangi kuburan mereka, aku membawa pelajaran sekolahku
ke pemakaman mereka. Lalu aku mengerjakan PR di samping kuburan ibuku dan
bercerita banyak hal yang aku alami selama mereka tidak ada di sini lagi.
Selalu begitu, setiap ada PR aku akan datang ke kuburan mereka, aku akan
mengerjakannya di samping kuburan ibuku karena aku merasa seolah-olah ibuku
hadir untuk membantuku mengerjakan PR seperti biasanya saat ia masih hidup. Ayahku
yang selalu mendengarkan hafalanku, aku perdengarkan ia di kuburannya setiap
kali aku menghafal Al-Qur’an meski hanya beberapa ayat. Kakakku yang selalu
mengajakku bermain petak umpet dan menggangguku setiap kali aku ingin tertidur
dengan menggelitiki telingaku, aku katakan kepadanya, “kakak tidak bisa
menggelitik telingaku lagi, tapi walau begitu aku ingin merasakan
kehadiran kakak di sini”. Adikku mujahid yang lucu, yang suka aku gendong, cubit
pipinya dan ciumi pipinya, aku juga ingin merasakan kehadirannya saat aku
mengerjakan PR di dekat kuburan mereka. Aku juga membuat surat cinta untuk
mereka, meski aku tidak berharap mereka dapat membacanya karena Alloh pasti tau
dan akan menyampaikan rinduku pada mereka.
********
Untuk Abi, Ummi, Kak Rauda, dan
Dek Mujahid.
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kaifa halukum ya abi, ummi,
kakak dan adek ?
Miqdad di sini Alhamdulillah
bii Khoir. Kalian tidak usah cemas meskipun kini miqdad sendiri, miqdad insyaa
Alloh kuat, miqdad kan anak lelaki dan juga ada Alloh yang selalu menjaga
miqdad.
Abi, ummi, kakak dan adek
sedang apa ? apa kalian semua sedang berkumpul dan bersenang-senang di suatu
tempat ? miqdad harap kalian berkumpul bersama dan bersenang-senang di sana.
Miqdad mau cerita sama abi dan ummi, satu minggu lagi miqdad akan mengikuti
ujian kenaikan kelas. Biasanya kalau mau ujian, ummi dan abi membantu miqdad
belajar, kalau kalian masih di sini, kalian akan bantu miqdad belajar juga kan
? tapi ummi dan abi tak perlu khawatir, miqdad sudah besar, mulai sekarang
miqdad akan lebih mandiri. Oya, ummi, abi, tiga orang teman sekolah miqdad yang
juga kehilangan kedua orang tuanya, mereka diadopsi oleh keluarga ayah mereka
dan dibawa ke negara lain. Jadinya mereka harus meninggalkan bumi kita tercinta
ini, bi, mi. Dan kemarin juga, keluarga Pak Throriq yang di Brussel juga ingin
mengadopsiku. Mereka kelihatan baik dan juga mereka beragama muslim ahlus
sunnah wal jama’ah, tapi miqdad memilih untuk tetap di Palestina, bersama abi,
ummi, kakak dan adek serta teman-teman miqdad yang lain. Miqdad memilih untuk menjaga bumi Palestina dan menjadi penerus perjuangan para pejuang Palestin seperti abi, ummi, kakaka, dan
adik. Juga sekarang Miqdad tinggal di asrama tahfidz bersama ustadz Fur’qon. Miqdad ingin bisa menghafal seluruh kalam Alloh, biar Alloh memberikan abi dan ummi mahkota yang terbuat dari cahaya, pasti abi dan ummi senang kan ?
Ummi, abi, kakak, adik, doakan yang terbaik ya untuk miqdad di sini. Miqdad
berdoa kepada Alloh agar kelak menyatukan kita lagi dalam kebersamaan,
kebersamaan yang kekal dan abadi di surga-Nya Alloh.
Salam cinta dan rindu miqdad
untuk abi, ummi, kak Rauda dan Dek Mujahid.
Semoga kalian diridhoi dan
dikasihi Alloh. Aamiin ya rabbal’alamin.
(Cerpen ini dibuat karena terinspirasi dari tangisan anak-anak di bumi para Rasul, Palestina. Depok, 26/02/2015)